Senin, 09 Juni 2008

“ISLAM IBU KANDUNGKU”

Islam itu ibu kandungku…! begitulah ungkapan yang keluar jika seandainya filsafat punya mulut untuk bicara. Filsafat bukanlah anak haram islam, filsafat adalah anak kandung yang sah dari risalah kenabian, ia adalah sunah nabi dalam berfikir bukan bid’ah dari yunani, karna ia lahir dari kandungan kitab dan hikmah. Dan sangat-sangat perlu diingat bahwa filsafat itu ada dan memang perlu ada.

Ahlul hadits menentang keras terhadap filsafat, karna mereka (ahlul hadits) hanya berpegang pada nas-nas alquran dan hadits, dan tidak pada filsafat yang lebih mengedepankan logika dalam menentukan suatu masalah.

Ajaran filsafat pada hakikatnya bukanlah berasal dari barat ataupun yunani, tetapi filsafat berasal dari Negara-negara arab, seperti mesir dan india . filsafat pada mulanya ditemukan oleh para pemikir-pemikir islam, bukan yunani. Jadi, filsafat itu berasal dari islam. Bukan filsafat yunani tapi filsafat islam.

Filsafat diartikan sebagai berfikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna. Filsafat berasal dari kata philo artinya cinta, dan Sophia artinya kebijaksanaan. Jadi berfilsafat adalah berfikir radikal, radix artinya akar, jadi radikal artinya sampai keakar suatu masalah secara mendalam, bahkan melewati batas-batas pisik yang ada. Sebagai contoh, indera manusia menangkap gunung, tapi gunung dalam pikiran filsafat tidak hanya seonggok batu dan tanah saja, tapi lebih dalam dari itu. Apa sesungguhnya hakekat gunung itu? Dan keberadaannya menggambarkan makna apa bagi kehidupan manusia?

Berfilsafat adalah berfikir dalam tahap makna, ia mencari hakekat dari makna sesuatu atau keberadaan dan kehadiran.tak ada yang perlu ditakutkan dalam berpikir, tuhan beri kita akal tak lain hanya untuk mencari hakekat kebenaran, memikirkan yang ada hingga yang tiada.

Tapi harus diingat, dalam berpikir kita harus membedakan mana yang menjadi hak monopoli Allah dan hak manusia, atau kasarnya “mana daerah kekuasaan Allah dan mana daerah kekuasaan tanggung jawab manusia” apabila akal manusia tak sanggup dalam memikirkan suatu masalah berarti itulah hak monopoli Allah, tapi apabila manusia sanggup untuk memikirkannya itulah hak manusia. Tapi, hak manusia atau daerah kekuasaan manusia itu, bukan berarti Allah tak bisa campur tangan,namun pada hakekatnya hak itu hanya milik Allah SWT.

Filsafat islam bukan filsafat tentang islam, tapi filsafat islam artinya berpikir yang bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan memberikan kedamaian hati.

Seperti yang saya sebutkan diatas bahwa filsafat adalah anak kandung yang sah dari risalah kenabian. Dalam alquran dijelaskan bahwa nabi Muhammad Saw dibekali dengan kitab dan hikmah. Alquran 62:2 menjelaskan yang artinya “Dia (Allah) yang mengutus diantara orang-orang ummi, seorang rosul dari kalangan mereka, yang menjelaskan kepada mereka ayat-ayatNya, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah dan sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata.


Yang dimaksud kitab adalah alquran sedangkan hikmah adalah filsafat. Dalam bahasa arab asli tidak ada kata filsafat karna filsafat asli dari bahasa yunani, sehingga karna alquran itu arabiyan, maka dengan sendirinya tidak ada didalamnya kata filsafat. Sedangkan hikmah asli arabiyan yang diartikan sebagai pengetahuan yang mendalam, kearifan dan kebijakan,yang diperoleh dari balik fakta-fakta kejadian atau peristiwa.

Posisi hikmah(filsafat)pada dasarnya sebagai penjelasan lebih jauh dan mendalam dari pemahamannya terhadap alquran. Posisi filsafat adalah posisi yang paling tepat untuk menjelaskan suatu doktrin. Mempelajari filsafat adalah sebagai filter atau benteng pertahanan terhadap serangan kaum liberal dan orientalis. Pada dasarnya membahas sesuatu yang bukan hak manusia adalah suatu bid’ah, tapi menurut saya, mempertanyakan dan membahas tentang hal itu boleh-boleh saja, mereka(orang-orang orientalis dan liberal) tak kenal apa itu bid’ah.

Dalam menggambarkan pribadi Muhammad saw dari sisi kitab dan hikmah seperti pada ayat diatas, bahwa nabi Muhammad dari sisi kitab beliau adalah seorang rosul yang dipilih untuk menerima wahyu kitab suci yaitu alquran. Sedangkan dari sisi hikmah ia adalah seorang filusuf yang dapat menjelaskan secara akurat dan menyeluruh tentang wahyu yang diterimanya dengan pemahaman yang mendalam yang dimilikinya.

Kitab(alquran) merupakan kumpulan dari firman-firman tuhan(Allah SWT) sebagai perwujudan dari ayat-ayat yang diwahyukan, sedangkan hikmah(filsafat) uraian pencerahan atas nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat Allah untuk dapat menyikapi realitas dan perubahan masyarakat yang kompleks, yang tidak bisa dimengerti dan dipecahkan dengan hanya semata-mata mengandalkanpada rasionalitas. Oleh karena itu diperlukan munculnya wawasan tajam dari qolb yang bercahaya untuk memahami hakekat kebenaran.

Menurut ar-Razi , hikmah merupakan keutamaan ilmu dan amal, disebut hikmah karena ia berbentuk dari hukum dan perumusan berbagai masalah. Memperkuatnya dan merperjauhkannya dari berbagai sebab dan kelemahan. Disamakannya istilah hikmah dan filsafat adalah Karena antara keduanya hikmah dan filsafat secara umum membahas tentang Allah, alam dan manusia.

Filsafat dalam menggunakan akal saling mempunyai ketergantungan dengan wahyu Allah, wahyu tidak bisa berdiri sendiri sebagai pedoman hidup bagi manusia , ia justru bergantung pada kapasitas akal dalam memahaminya, tanpa akal justru wahyu akan kehilangan makna bagi kehidupan manusia. Namun ketergantungan fungsi wahyu pada akal, bukan berarti lantas akal bisa melakukan control dan koreksi atas wahyu, karna keberadaan wahyu sebagai firman Allah sepenuhnya bergantung pada Allah SWT.
Dan manusia tidak mempunyai otoritas sedikitpun untuk mengubah, apalagi menghapuskan atau membatalkannya.ketergantunngan wahyu pada akal hanya dalam kaitannya dengan fungsi wahyu sebagai pedoman hidup bagi mansia, dimana aktualisasinya sepenuhnya bergantung pada kapasitas akal dalam memahaminya.

Jadi, filsafat bukanlah anak haram islam, tapi filsafat adalah anak kandung islam.
Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: