Sabtu, 14 Juni 2008

"NIKAH GA YAA"???

Sebagian filosof berkata: Melahirkan anak adalah perbuatan dosa, karena menyebabkan si anak harus menghadapi berbagai macam cobaan.

"Dalam kitab Al-jami' li Akhlaqi Ar-Rawy wa Adabi As-sami Khotib Al Baghdadi berkata: seorang penuntut ilmu di anjurkan untuk tidak menikah agar tidak di sibukkan dengan urusan rumah tangga atau mencari penghidupan"

"Imam ibnu Aljauzi menjelaskan dalam kitab "Shaidul Khotir hal 177 tentang metode waktu dan tempat yang tepat untuk mengahafal beliau berkata:
"Bagi orang yang sedang mencari ilmu di tuntut untuk sebisa mungkin untuk tidak menikah"

Begitu juga banyak dari ulama-ulama terdahulu yang tidak menikah di karenakan menuntut ilmu. Misalnya Ahmad bin Hambal, tidak menikah sampai umur 40 tahun, Yusuf Al Qawwas, Yusuf adalah orang yang tidak pernah tidur malam selama 40 tahun, dan setiap harinya hanya memakan lima biji kurma saja, dan ia selalu shalat subuh dengan menggunakan whudu' shalat 'isya. Tetapi setelah ia menikah Ummu Abdurrahman, semua itu tidak lagi ia lakukan.

"kemudian Imam Bisyri juga pernah bilang "ILmu akan hilang di antara paha kaum wanita"

Dan masih banyak lagi para ulama yang tidak mau menikah sampai akhir hayatnya. Seperti, Syeikh Al-Badawi, ia tidak mau menikah dengan alasan berjuang dengan ikhlas demi dakwah islamiyah, dan Abdullah bin Abu Najih Almakki, beliau seorang mufassir dan perawi yang dapat dipercaya " namanya: Abu yasar Abdullah bin Abu Najih. Tapi sayang beliau mengikuti faham Qodariyah.

Dan masih banyak lagi. Mereka para ulama tersebut menganggap bahwa dengan menikah akan mengurangi kemantapan dalam menuntut ilmu, karena jika menikah maka sudah pasti akan disbukkan dengan urusan keluarga, dan meninggalkan mencari ilmu, atau dengan menikah peluang untuk itu lebih minim.

Eeits… tunggu dulu.. jangan berfikir macam-macam dulu.. bukan berarti saya setuju dengan pendapat itu.. malah saya sangat tidak setuju dengan ungkapan yang dikatakan oleh sebagian filosof dan para ulama tersebut. karna Rasul bersabda:

Dari Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.

Dalam hadits ini kita sebagai generasi muda islam yang nantinya akan menjadi pemimpin, di anjurkan untuk segera menikah apabila telah mampu, mampu dalam memberikan nafkah, baik itu nafkah lahir maupun batin.

Tapi menurut hemat saya pendapat para sebagian filosof dan ulama yang mengatakan bahwa dengan menikah akan mengurangi semangat dalam menuntut ilmu, pendapat itu ada benarnya juga, karna akal dan logika bisa menerima hal tersebut, logikanya begini, ketika seseorang sedang menuntut ilmu, orang tersebut tidak memikirkan apapun selain pelajaran yang dia terima, nah apabila seseorang itu menikah, berkeluarga, secara otomatis orang tersebut mempunyai pikiran yang lebih berat yang membuat konsentrasi belajar berkurang dan mungkin akan lebih focus memikirkan keluarganya. Dan ini saya yakin anda semua juga sependapat dengan saya.

Nah sekarang bagaimana dengan pendapat yang mengatakan bahwa ketika kita kuliyah kita dilatih untuk hidup mandiri, pada waktu kuliyah semua pekerjaan kita sendiri yang lakukan, mulai dari pekerjaan dapur, mengurus rumah, dan memilih waktu yang tepat untuk belajar. Nah, jadi dengan berkeluarga ketika masih kuliyah termasuk bagian dalam rangka melatih diri, bagaimana caranya mengatur waktu antara belajar dan keluarga. dan ada juga yang berpendapat bahwa dengan berkeluarga ketika kuliyah akan meningkatkan prestasi dan lebih khusu di dalam ibadah.

Menurut logika saya, pendapat ini belum tentu benar sepenuhnya, saya setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa pada saat kuliyah adalah waktu untuk melatih diri dan kepribadian, tapi pendapat yang mengatakan "dengan menikah maka akan meningkatkan prestasi" saya kurang setuju, bagaimana mau berprestasi kalo tiap harinya disibukkan dengan memikirkan keluarga, apalagi jika isri hamil, atao istri lagi sakit, ato keuangan lagi menipis, belum lagi jika mempunyai anak, huuuhh… capek lah pokoknya…! Gak ada keluarga aja udah banyak pikiran.

Bukan maksud saya lebih mengutamakan logika, tetapi didalam menjalani hidup kita juga harus menggunakan akal yang telah Allah berikan, Allah yang memberi rezki, kesehatan, kekuatan, berfikir, dan nikmat-nikmat lainnya. kita percaya sepenuhnya kepada Allah SWT, tetapi untuk mendapatkan semua itu kita dituntut untuk usaha, nah dengan berfikir yang logis, itu termasuk dalam usaha untuk mendapatkan yang kita inginkan, dan tentunya di bantu dengan doa dan tawakal.

Mungkin anda akan mengatakan bahwa saya adalah seorang yang tidak percaya sama janji Tuhan, dan lebih takut kepada nasib dari pada tuhan. Bukanlah maksud saya untuk tidak percaya kepada janji tuhan, tetapi saya mencoba untuk mendapatkan janji tuhan tersebut dengan usaha yang logis. Karna usaha adalah salah satu factor untuk mendapatkan apa yang kita inginkan Sebagai seorang muslim yang percaya dan mengimani rukun iman, saya sangat percaya dengan janji tuhan,
Firman Allah:
"Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman" (Az zumar :52)

Wallahu'alam, semuanya adalah hak cipta dari Allah, apakah Allah akan memberikan rezki kepada orang yang hanya malas-malasan tanpa usaha? Tidak mungkin.. karna Allah telah menjadikan setiap sesuatu itu sebab dan musabab. Dan Apakah Allah akan memberikan rezki kepada orang yang berusaha, berdoa dan tawakal? Maka jawabannya "iya" (wallahu'alam)

Jadi, disini saya mengajak kepada anda semua untuk berusah memikirkan apa yang terbaik untuk kita lakukan sebelum melangkah kedepan, dan membutuhkan teori-teori yang logis sebelum terjun ke medan perang. Semuanya hanya milik Allah SWT,

"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Wallahu'alam..

Senin, 09 Juni 2008

“ISLAM IBU KANDUNGKU”

Islam itu ibu kandungku…! begitulah ungkapan yang keluar jika seandainya filsafat punya mulut untuk bicara. Filsafat bukanlah anak haram islam, filsafat adalah anak kandung yang sah dari risalah kenabian, ia adalah sunah nabi dalam berfikir bukan bid’ah dari yunani, karna ia lahir dari kandungan kitab dan hikmah. Dan sangat-sangat perlu diingat bahwa filsafat itu ada dan memang perlu ada.

Ahlul hadits menentang keras terhadap filsafat, karna mereka (ahlul hadits) hanya berpegang pada nas-nas alquran dan hadits, dan tidak pada filsafat yang lebih mengedepankan logika dalam menentukan suatu masalah.

Ajaran filsafat pada hakikatnya bukanlah berasal dari barat ataupun yunani, tetapi filsafat berasal dari Negara-negara arab, seperti mesir dan india . filsafat pada mulanya ditemukan oleh para pemikir-pemikir islam, bukan yunani. Jadi, filsafat itu berasal dari islam. Bukan filsafat yunani tapi filsafat islam.

Filsafat diartikan sebagai berfikir yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna. Filsafat berasal dari kata philo artinya cinta, dan Sophia artinya kebijaksanaan. Jadi berfilsafat adalah berfikir radikal, radix artinya akar, jadi radikal artinya sampai keakar suatu masalah secara mendalam, bahkan melewati batas-batas pisik yang ada. Sebagai contoh, indera manusia menangkap gunung, tapi gunung dalam pikiran filsafat tidak hanya seonggok batu dan tanah saja, tapi lebih dalam dari itu. Apa sesungguhnya hakekat gunung itu? Dan keberadaannya menggambarkan makna apa bagi kehidupan manusia?

Berfilsafat adalah berfikir dalam tahap makna, ia mencari hakekat dari makna sesuatu atau keberadaan dan kehadiran.tak ada yang perlu ditakutkan dalam berpikir, tuhan beri kita akal tak lain hanya untuk mencari hakekat kebenaran, memikirkan yang ada hingga yang tiada.

Tapi harus diingat, dalam berpikir kita harus membedakan mana yang menjadi hak monopoli Allah dan hak manusia, atau kasarnya “mana daerah kekuasaan Allah dan mana daerah kekuasaan tanggung jawab manusia” apabila akal manusia tak sanggup dalam memikirkan suatu masalah berarti itulah hak monopoli Allah, tapi apabila manusia sanggup untuk memikirkannya itulah hak manusia. Tapi, hak manusia atau daerah kekuasaan manusia itu, bukan berarti Allah tak bisa campur tangan,namun pada hakekatnya hak itu hanya milik Allah SWT.

Filsafat islam bukan filsafat tentang islam, tapi filsafat islam artinya berpikir yang bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang menyelamatkan dan memberikan kedamaian hati.

Seperti yang saya sebutkan diatas bahwa filsafat adalah anak kandung yang sah dari risalah kenabian. Dalam alquran dijelaskan bahwa nabi Muhammad Saw dibekali dengan kitab dan hikmah. Alquran 62:2 menjelaskan yang artinya “Dia (Allah) yang mengutus diantara orang-orang ummi, seorang rosul dari kalangan mereka, yang menjelaskan kepada mereka ayat-ayatNya, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah dan sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata.


Yang dimaksud kitab adalah alquran sedangkan hikmah adalah filsafat. Dalam bahasa arab asli tidak ada kata filsafat karna filsafat asli dari bahasa yunani, sehingga karna alquran itu arabiyan, maka dengan sendirinya tidak ada didalamnya kata filsafat. Sedangkan hikmah asli arabiyan yang diartikan sebagai pengetahuan yang mendalam, kearifan dan kebijakan,yang diperoleh dari balik fakta-fakta kejadian atau peristiwa.

Posisi hikmah(filsafat)pada dasarnya sebagai penjelasan lebih jauh dan mendalam dari pemahamannya terhadap alquran. Posisi filsafat adalah posisi yang paling tepat untuk menjelaskan suatu doktrin. Mempelajari filsafat adalah sebagai filter atau benteng pertahanan terhadap serangan kaum liberal dan orientalis. Pada dasarnya membahas sesuatu yang bukan hak manusia adalah suatu bid’ah, tapi menurut saya, mempertanyakan dan membahas tentang hal itu boleh-boleh saja, mereka(orang-orang orientalis dan liberal) tak kenal apa itu bid’ah.

Dalam menggambarkan pribadi Muhammad saw dari sisi kitab dan hikmah seperti pada ayat diatas, bahwa nabi Muhammad dari sisi kitab beliau adalah seorang rosul yang dipilih untuk menerima wahyu kitab suci yaitu alquran. Sedangkan dari sisi hikmah ia adalah seorang filusuf yang dapat menjelaskan secara akurat dan menyeluruh tentang wahyu yang diterimanya dengan pemahaman yang mendalam yang dimilikinya.

Kitab(alquran) merupakan kumpulan dari firman-firman tuhan(Allah SWT) sebagai perwujudan dari ayat-ayat yang diwahyukan, sedangkan hikmah(filsafat) uraian pencerahan atas nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat Allah untuk dapat menyikapi realitas dan perubahan masyarakat yang kompleks, yang tidak bisa dimengerti dan dipecahkan dengan hanya semata-mata mengandalkanpada rasionalitas. Oleh karena itu diperlukan munculnya wawasan tajam dari qolb yang bercahaya untuk memahami hakekat kebenaran.

Menurut ar-Razi , hikmah merupakan keutamaan ilmu dan amal, disebut hikmah karena ia berbentuk dari hukum dan perumusan berbagai masalah. Memperkuatnya dan merperjauhkannya dari berbagai sebab dan kelemahan. Disamakannya istilah hikmah dan filsafat adalah Karena antara keduanya hikmah dan filsafat secara umum membahas tentang Allah, alam dan manusia.

Filsafat dalam menggunakan akal saling mempunyai ketergantungan dengan wahyu Allah, wahyu tidak bisa berdiri sendiri sebagai pedoman hidup bagi manusia , ia justru bergantung pada kapasitas akal dalam memahaminya, tanpa akal justru wahyu akan kehilangan makna bagi kehidupan manusia. Namun ketergantungan fungsi wahyu pada akal, bukan berarti lantas akal bisa melakukan control dan koreksi atas wahyu, karna keberadaan wahyu sebagai firman Allah sepenuhnya bergantung pada Allah SWT.
Dan manusia tidak mempunyai otoritas sedikitpun untuk mengubah, apalagi menghapuskan atau membatalkannya.ketergantunngan wahyu pada akal hanya dalam kaitannya dengan fungsi wahyu sebagai pedoman hidup bagi mansia, dimana aktualisasinya sepenuhnya bergantung pada kapasitas akal dalam memahaminya.

Jadi, filsafat bukanlah anak haram islam, tapi filsafat adalah anak kandung islam.
Wallahu a’lam.